DULANG DAN TUDUNG SAJI

 

Dulang dan tudung saji adalah dua benda yang tidak bisa dipisahkan dari tradisi "nganggung" dalam budaya masyarakat Bangka. Keduanya memiliki makna mendalam yang selaras dengan motto Kabupaten Bangka, yaitu Sepintu Sedulang. Ungkapan ini mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan dalam berbagai aspek kehidupan, baik keagamaan, sosial, maupun kemasyarakatan.

Istilah Nganggung Dulang sendiri berasal dari bahasa lokal yang secara harfiah berarti "mengangkat ". Tradisi ini biasanya dilakukan dalam berbagai acara adat dan keagamaan, seperti pernikahan, syukuran ulang tahun, atau perayaan hari besar Islam. Dalam pelaksanaannya, masyarakat akan bekerja sama menyiapkan dan membawa hidangan ke tempat acara secara bergotong royong.

Dulang itu sendiri adalah semacam talam atau nampan berbentuk bulat yang umumnya terbuat dari bahan kuningan atau tembaga, terutama untuk keperluan upacara yang lebih formal dan sakral. Hidangan yang disiapkan dan dibawa dalam dulang biasanya terdiri dari nasi, lauk-pauk, buah-buahan, serta berbagai jenis kue tradisional. Variasi hidangan yang disajikan pada dulang ditentukan sebagaimana kesepakatan masyarakat setempat dan disesuikan dengan acara yang dilaksanakan. Misalnya untuk upacara kematian, maka makanan yang disajikan pada dulang adalah nasi dan lauk pauk. Sedangkan untuk peringatan Isra’ Mi’raj, Masyarakat yang melaksanakan Nganggung akan menyajikan aneka kue tradisional khas Bangka di dalam dulang yang dibawa ke masjid terdekat.

Tudung Saji merupakan penutup makanan di dalam dulang atau nampan berbentuk perisai atau parabola berdiameter kurang lebih 50 cm terbuat dari daun pandan hutan yang dicat berwarna merah, kuning dan hijau, berbentuk bintang, lingkaran, segitiga, belah ketupat dan lainnya yang tersusun rapi. Tudung saji ini dibuat oleh masyarakat yang memiliki keterampilan dalam menganyam pandan hutan hingga berbentuk tudung berupa kubah yang ukurannya pas untuk menutup dulang yang telah berisi makanan